Anak Hiperaktif Belum Tentu ADHD
praptiwi rachmawati
10507185
Maya, usia 6 tahun dibawa ke dokter karena mendengkur dan tampak sesak nafas saat tidur. Anak tersebut tampak lincah dan tak bisa diam. Ia selalu bergerak dan menanyakan segala hal di sekitarnya. Walau demikian, si ibu dengan sedih menjelaskan bahwa Maya kemungkinan menderita ADHD ringan.
ADHD (attention-deficit/hyperac tivity disorder) adalah gangguan perilaku yang berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak yang ditandai dengan hiperaktifitas, impulsivitas dan kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi. Meskipun Maya tidak dikategorikan sebagai ADHD, si Ibu tidak bisa mengabaikan keadaan anaknya yang amat aktif, tak bisa diam dan mudah rewel tersebut. Dan ia amat terkejut sewaktu dokter menjelaskan bahwa kondisi hiperaktifitas anaknya tersebut mungkin sekali berkaitan dengan tidur ngorok Maya.
Sleep Apnea Pada Anak
Sleep apnea adalah gangguan tidur yang ditandai dengan mendengkur dan rasa kantuk berlebih. Sleep apnea, yang artinya henti nafas saat tidur, pada orang dewasa menjadi penyebab hipertensi berbagai penyakit jantung, diabetes hingga stroke. Pada anak, sleep apnea, menjadi lebih serius karena ternyata berhubungan langsung dengan proses tumbuh kembangnya.
Coba perhatikan anak yang sedang tidur ngorok. Pada suatu saat suara ngorok tersebut akan hilang, dan anak tampak sesak seolah tercekik. Yang terjadi sebenarnya adalah penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan udara tidak dapat masuk atau keluar. Gerakan nafas akan menghebat karena sesak. Akibat oksigen yang merosot dan kadar karbondioksida yang meroket, si anak akan terbangun disertai suara hentakan keras seolah nafas baru terbebas. Episode bangun ini disebut sebagai episode bangun mikro (micro arousal) karena walau gelombang otak terbangun, namun si anak tidak terjaga. Dan episode ini terus berulang sepanjang malam hingga mengganggu kualitas tidur. Akibatnya, ia akan terus berada dalam kondisi kurang tidur, walaupun sebenarnya sudah tidur cukup. Anak, untuk melawan rasa kantuknya justru jadi semakin aktif secara fisik.
Sekarang bayangkan jika anak Anda yang normal, dalam tidurnya setiap 20-30 detik sekali ditepuk hingga terbangun. Apa yang terjadi? Tentu di siang hari dia akan rewel, sulit berkonsentrasi dan cenderung hiperaktif. Bagaimana jika setiap tidur ini terjadi? Tak heran jika banyak anak penderita sleep apnea yang tampilannya jadi mirip dengan ADHD.
Belakangan, wacana sleep apnea banyak dibicarakan. Para dokter anak pun sudah amat peka terhadap masalah ini. Hanya sayang, kita masih terlalu terpaku pada artikel-artikel yang menyatakan bahwa anak gemuklah yang biasanya ngorok. Padahal ini tidak sepenuhnya benar. Seperti Maya halnya. Dia termasuk anak yang tidak gemuk. Malah cenderung langsing. Berdasarkan berbagai penelitian di Korea, ras Asia tidak perlu gemuk untuk menderita sleep apnea. Ini disebabkan oleh struktur rahang kita yang lebih sempit dan leher yang lebih pendek dibanding ras Eropa.
Tidur pada Anak
Proses tidur amatlah penting bagi seorang anak. Karena proses tumbuh kembang justru terjadi pada saat tidur. Pada tahap tidur dalam, dikeluarkan growth hormone yang berperan dalam proses pertumbuhan. Sedangkan pada tahap tidur mimpi, dipercaya sebagai tahap tidur dimana kemampuan kognitif, mental dan emosional dijaga.
Dengan adanya sleep apnea, proses tidur akan terpotong-potong. Akibatnya proses tumbuh kembang pun terganggu. Kecerdasan dan potensi-potensi mental lain yang seharusnya tumbuh dan berkembang saat tidur, tidak tumbuh. Kondisi emosionalnya pun buruk, anak jadi rewel dan mudah marah. Karena mengantuk, anak juga semakin aktif dan sulit memusatkan perhatian.
ADHD dan Tidur
Anak yang memang terdiagnosa ADHD pun harus tetap diperhatikan tidurnya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak ADHD menunjukkan kemajuan yang berarti setelah dirawat gangguan tidurnya. Sebuah artikel di jurnal kedokteran SLEEP bahkan mengatakan bahwa anak ADHD merespon terapi stimulan dengan baik karena mereka mengalami kantuk berlebih (excessive daytime sleepiness.) Penelitian ini juga menyatakan bahwa 50% dari anak ADHD menderita sleep apnea, sedangkan pada anak normal hanya 22% yang menderita. Gangguan tidur lain yang juga sering ditemui pada anak ADHD adalah periodic limb movements in sleep (PLMS).
Penelitian lain yang dilakukan di Taiwan tahun 2004 menganjurkan agar seorang anak yang didiagnosa dengan ADHD juga diperhatikan tidurnya. Karena mereka menemukan bahwa penderita ADHD yang juga menderita sleep apnea memiliki kondisi yang lebih buruk dibanding anak ADHD tanpa gangguan tidur. Lebih jauh lagi, di tahun 2007 kelompok yang sama, menerbitkan penelitian mereka yang menunjukkan hubungan sleep apnea dengan terapi ADHD. Pada penelitian tersebut, mereka membuktikan bahwa anak ADHD penderita sleep apnea, bisa menghindari efek samping pengobatan ADHD jika sleep apnea-nya dirawat.
Untuk anak penderita ADHD pengobatan yang paling sering diberikan adalah golongan stimulan. Namun jadwal pengobatan yang kurang tepat malah dapat menyebabkan anak sulit tidur sehingga gejala ADHD semakin menjadi parah. Untuk itu, sesuaikanlah pemberian obat dengan jadwal tidur anak.
Perawatan
Seperti Maya, anak yang mendengkur harus menjalani pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Dalam pemeriksaan ini anak akan direkam fungsi-fungsi tubuhnya selama tidur sepanjang malam. Yang mengejutkan pada kasus Maya, ia mengalami henti nafas sebanyak 106 kali perjam.
Pemilihan terapi harus berdasarkan pemeriksaan tidur dan pemeriksaan THT yang seksama. Kebanyakan sleep apnea pada anak disebabkan oleh pembesaran adenoid dan tonsil sehingga terapi lebih diarahkan pada kedua organ tersebut. Namun ada juga kemungkinan harus menggunakan CPAP (continuous possitive airway pressure.)
Setelah Maya menjalani perawatan, kini ia tidur nyaman, tidak mendengkur, kantuk berlebih hilang, dan tidak hiperaktif lagi. Dan keluarga pun dapat tidur tenang mengetahui bahwa segala potensi dapat tumbuh pesat di saat Maya tertidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar